Minggu, 22 Desember 2013

The Octopus

The Octopus

            Pada suatu hari Octo sedang berjalan mengelilingi desanya yang bernama GURI LAND, Octo adalah seorang anak gurita yang bertubuh gemuk dan menyeramkan ia juga memiliki sifat nakal yang berkepanjangan karena ia jarang berada dirumah untuk bermain hingga larut malam. Menjelang sore ia melewati sekelompok anak yang sedang bermain Ball Gur (sejenis sepakbola) dan berniat untuk ikut bergabung.
“Hey.. aku ikut bermain ya? Jika kalian bisa mengalahkanku, akan aku berikan apapun yang kalian mau.” Ajak Octo dengan sombongnya.
“tidak, kami tidak mau bermain dengan orang yang angkuh sepertimu! Kami hanya ingin bermain dengan menghasilkan pertemanan bukan perpecahan apalagi tujuannya hadiah.” Jawab salah satu dari anak yang sedang bermain.
“ah., ternyata aku salah memberikan tantangan kepada kalian, kalian hanya sekumpulan orang yang tidak memiliki keberanian untuk bermain.” Ejek Octo kepada sekumpulan anak yang sedang bermain itu.
“kami tidak takut untuk bermain denganmu, baiklah mari kita bertanding. Tapi jika kami menang kamu jangan mengganggu kami lagi.” Tegas seorang anak kepada Octo.
“baiklah.” Sanggup Octo.
            Alhasil mereka pun bertanding dengan sengit, Octo yang bermain untuk menunjukkan keahliannya. Sedangkan anak-anak lain bermain untuk menunjukkan arti pertemanan dan menyadarkan Octo yang sombong. Namun sayang hasil akhir berpihak kepada Octo yang membuatnya semakin jumawa.
“haha., kalian kalah. Lihat Octo memang hebat. Tidak ada yang bisa mengalahkanku di Guri Land ini.” Teriak Octi bangga terhadap dirinya.
            Di sisi lain ada seorang anak yang baru pindah ke Guri Land. Ia bernama Topus anak yang baik dan selalu membantu kedua orangtuanya bekerja, ia tergolong pandai dalam berolahraga termasuk Ball Gur yang sangat disukai oleh para anak-anak gurita. Suatu hari Topus mengelilingi Guri Land untuk mengenali lingkungannya dan mencari anak-anak sebayanya yang akan menjadi teman barunya nanti. Hingga ia melihat sekelompok anak yang sedang berkumpul terlihat kelelahan dan memegang sebuah Bogur (Bola).
“hai., kalian anak –anak asli Guri Land ya?” sapa dan tanya Topus kepada yang lain.
“iya betul kami anak-anak Guri Land. Mm., kamu siapa ya? Nampaknya kamu bukan berasal dari sini? Kami tidak pernah melihatmu sebelumnya?” tanya seorang anak kepada Topus.
“iya betul aku baru pindah disini. Kalian suka bermain Ball Gur juga?” tanya Topus.
“iya., kami baru saja kalah bertanding dengan Octo.” Jawab salah seorang anak dengan lesu.
“oh., siapa Octo? Apa dia juga berasal dari sini?” heran Topus.
“betul dia berasal darisini juga namun dia anak yang nakal dan sangat sombong karena dia sangat jago bermain Ball Gur. Padahal jika kami menang, dia akan memberikan apapun dan dia tidak boleh mengganggu kami lagi” jawab anak yang lain.
“berarti jika kalian kalah, dia akan kembali mengganggu kalian?” penasaran Topus kembali ia tanyakan.
“kapan saja ia pasti datang kembali mengganggu kami.” Jelas anak yang berkumpul.
“baiklah, lain kali kita bermain Ball Gur bersama ya. Kebetulan aku ingin belajar dari kalian.” Ajak Topus kepada yang lain.
“boleh, kami biasa bermain disini sore hari. O iya kita belum saling berkenalan ya, aku Volus, dia Mitto dan dia Totto.” Volus memperkenalkan diri dan yang lain.
:”oke., baik. Terimakasih. Aku Topus senang berkenalan dengan kalian. O iya ini sudah hampir malam hari nanti orang tuaku mencariku karena belum pulang. sampai jumpa besok ya.” Pisah Topus sambil berlari.
            Dalam suasana hening yang menenangkan Topus sedang berada di dalam kamar dan memandang bintang-bintang berkedip di balik jendelanya. Ia sangat menikmati suasana di Guri Land yang menyenangkan dan membuatnya bertemu dengan teman barunya. Ia sangat berharap Volus, Mitto dan Totto akan menjadi teman baiknya.
“Topus,, sedang apa kamu? Cepat turun makan malam sudah siap.” Ajak ibunya dari ruang makan.
“baiklah bu,, aku kesana sekarang.” Jawab Topus.
            Dalam suasana makan malam yang sangat hangat bersama keluarganya. Ayah Topus bertanya.
“bagaimana nak hari ini? Apakah kamu merasa nyaman tinggal disini?” tanya ayah Topus.
“aku merasa baik yah tinggal disini. O iya ayah, ibu hari ini aku sudah bertemu dengan anak-anak di Guri Land mereka adalah Volus, Mitto dan Totto. Mereka sangat baik bu, yah dan mereka juga senang bermain Ball Gur. Esok rencanya kami akan bermain bersama, boleh kan ayah? Ibu?” tanya Topus.
“iya nak, boleh saja. Syukurlah klo kamu sudah menemukan teman baru yang baik. Lain kali ajak mereka kerumah dan perkenalkan kepada ayah dan ibu.” Jawab ibu Topus dengan senang karena anaknya mendapat teman yang baik.
“baik bu, lain kali aku akan mengajak mereka kerumah” jawab Topus dengan senang pula.
            Hari demi hari Topus jalani dengan senang karena ia bermain dengan teman barunya Volus, Mitto dan Totto. Hingga datang suatu hari saat dimana mereka sedang bermain Ball Gur, datanglah Octo menghampiri dengan angkuhnya.
“hei., kalian apakah kalian sudah siap untuk mengalahkanku hah? Atau kalian sudah merasakan rasa kapok untuk bermain denganku? Haha” sapa Octo dengan sombongnya.
“hei., siapa kamu? Kenapa kamu sombong sekali?’ tanya Topus ke Octo.
“Topus apa yang kau lakukan? Dia yang bernama Octo. Dia sangat pintar bermain Ball Gur” bisik Volus.
“jadi kamu yang bernama Octo ya? Perkenalkan aku Topus kebetulan orang tuaku baru pindah ke Guri Land ini. Mohon bantuannya ya.” Sapa Topus.
“apa yang kau lakukan? Aku tak peduli denganmu, lagi pula aku tak mengenalmu. Apalagi kau baru beberapa hari tinggal disini. Aku sang penguasa Guri Land ini. Haha., kamu Volus apa dia anggota timmu yang baru? Mari kita bertanding sekarang.” Ajak Octo lagi.
“kami tidak takut denganmu Octo, sekarang kami memiliki Topus dia juga sangat mahir bermain Ball Gur.” Teriak Mitto dengan lantang.
“heh Mitto apa yang kau lakukan, itu sama saja menerima tantangannya.” Jawab Totto dengan takut.
“hah., aku salah ya. Maaf-maaf. Hehe.,” jawab Mitto dengan malu.
“baguslah jika kalian sudah siap, tunggu apalagi mari kita bertanding.” Tegas Octo.
            Mereka pun bermain Ball Gur dengan sengit, Octo yang bertubuh besar sangat sulit untuk di lewati dengan keahliannya bermain Ball Gur. Namun Topus dan teman-temannya bermain dengan kesenangan dan rasa nyaman.
“Volus., Volus., berikan umpan kepadaku, aku bebas.” Teriak Topus dengan posisi bebas.
“baiklah, terima ini Topus.” Volus yang sambil mengumpan.
“Tidaaaaakkkkkk....!!!!” teriak Octo yang takut kalah.
            Namun bola itu lebih cepat diterima Topus yang langsung menendangnya hingga masuk kedalam gawang yang terbuat dari terumbu karang.
“Masuuukkkk....” teriak Mitto dan Totto sambil berpelukan kegirangan.
“Totto kita menang, kita menang.” Jelas Mitto.
            Dengan kesal Octo yang sudah kemasukan dan tiudak mau mendapatkan kekalahannya. Ia pun mengajak Topus dkk bertanding dengan suasana pertandingan yang sengit mereka terlihat seimbang hingga Octo sempat kesal dan membuka celah bagi peluang Topus.
“Volus, umpan aku. Aku bebas.” Teriak Topus.
            Dengan segera Volus memberikan umpan jauh kepada Topus.
“tak akan ku biarkan begitu saja... akan ku hadang kalian dengan kemampuanku sendiri.” Octo pun teriak sambil mengejar umpan yang tertuju kepada Topus. Namun sayang kecepatan bola lebih cepat hingga akhirnya Topus melepaskan tendangan menuju gawang yang terbuat dari terumbu karang itu.
“masuuuukkk.... kami menang., kami menang” teriak Mitto dan Totto kegirangan setelah melihat Bogur tsb masuk kedalam terumbu karang yang dijaga Octo.
“yuhuuu.... kamu memang hebat Topus.” Salut Volus.
“jangan senang dulu kalian, pertandingan ini belum selesai ayo coba lagi.” Octo menjadi berang.
            Namun hal itu membuat Octo kehilangan konsentrasinya hingga dalam pertandingan ia menendang Bogur tanpa arah yang jelas sampai keluar dari lapangan terumbu karang.
“hei., ada apa denganmu Octo? Kau membuat Bogurnya terbang jauh meninggalkan lapangan, kau harus mengambilnya cepat.” Seru Volus.
“baiklah baiklah aku akan mengambilnya.” Jawab Octo lemas.
            Namun tanpa sadar Octo mendatangi sarang hiu dibawah laut tsb.
“tunggu bukankah didalam sana banyak hiu? Cepat kita harus membantu Octo sebelum terlambat.” Tanya Topus kepada yang lain.
“betul juga, apakah kita masih sempat?”
            Mereka pun bergegas menyusul Octo yang sudah jauh masuk kedalam laut. Hingga mereka melihat Octo yang sudah terkepung oleh para hiu.
“octo tunggu kami, kami akan segera kesana, gunakan tintamu untuk menyerang para hiu tsb.” Teriak Topus dari kejauhan.
“tolong., tolong.,” teriak Octo.
            Hingga tinta Octo yang sedikit masih tak sanggup mengusir para hiu tersebut, sampailah Topus dan teman-temannya juga langsung ikut menyemburkan tinta mereka dengan pertarungan yang sengit antara gurita muda dengan hiu yang besar. Hingga salah satu hiu itu terkena matanya oleh semburan tinta yang membuat perih dan membuat hiu tersebut pergi meninggalkan Topus dan yang lain.
“kau tidak apa-apa Octo? Semua sudah aman, tenang saja disini ada kami.” Sambut Topus.
“kenapa? Kenapa kalian datang menolongku?” tanya Octo.
“sudahlah kita ini sesama gurita, kita harus saling tolong-menolong di dunia ini tidak boleh ada yang saling meninggalkan. Mungkin kamu sangat kuat meski sendiri, namun jika kita bersama semuanya akan lebih indah dengan pertemanan.” Terang Topus.
“terima kasih semuanya. Maukah kalian menjadi temanku untuk sekarang dan selamanya?” ajak Octo.
“tentu kami mau. Iya kan Volus, Mitto, Totto?” jawab Topus.
“iya kami mau.” Serentak menjawab.
“terimakasih teman-teman. Kalian temanku yang baik untuk selamanya.” Ungkap Octo dengan tangis.
            Alhasil Octo pun kini lebih sering bermain bersama dengan yang lain, Topus, Volus, Mitto dan Totto kini mendapat teman baru yang akan bersama.


Selasa, 10 Desember 2013

Hujan di Sudut Al-Asy'ari

Gemericik hujan seakan memanggilku yang sedang berjalan menaiki anak tangga. aku mendengar, hanya mendengar namun tak menyapa lalu pergi bagai angin tak terpandang. di ujung sana terdengar perbincangan menarik dari teman-teman yang sekaligus menjabat sebagai guruku, hingga otak ini mengontrol seluruh tubuh untuk duduk bergabung. islam memang selalu menadi tema universal yang dapat disangkut pautkan dengan segala hal, karenanya semua begitu indah dipandang dan didengar jika bersama-Nya.
Hingga datang saat suasana hatiku ingin menyendiri, akhirnya sapaan diam menemani hujan yang memanggil. jendela tak berkaca menjadi temanku saat itu, tatapan yang tertuju meneliti setiap butir air yang jatuh, telinga yang mendengar air seakan terdapat perbincangan di dalamnya dan tubuh yang terus terkena terpaan angin lembut itu membuat semuanya seakan nyaman dan tenang.
Ada yang menarik di sisi kiri karena aku bisa melihat ribuan lampu menyala di tengah kota kembang ini. hingga ku tanggahkan kepala yang tegap melihat ke atas tanpa sadar pandangan kosong keluar menimbulkan rasa rindu yang terasa hampa dalam raga. entah untuk siapa dan dimana ia.. yang aku tau hanyalah ia yang akan menemaniku disisi yang harus di lindungi, dan ialah rahasia-Nya.
Semua yang ku rasakan saat ini berasal dari alam yang memanggilku di lubang jendela Al-Asy'ari.

Jumat, 06 Desember 2013

Mutiara atau Bunga?

Mutiara atau Bunga?

            Mutiara yang jatuh ke dalam lubang yang paling kotor sekalipun benda itu akan tetap bernama mutiara dengan sedikit kilapan dibagiannya. Mutiara yang indah selalu tertutupi dengan rapih didalam tempurung yang indah nan kokoh, mutiara selalu disembunyikan didalam pasir laut lalu dijaga oleh raksasa yang bernama ombak dan diratakan dengan keindahan air yang luas.
            Sedangkan bunga begitu mudahnya memunculkan kemolekan batangnya disertai pesona yang dimiliki dari bermacam-macam warna yang terpancar dengan senyumnya, yang akan sangat mudah dipetik dari akarnya dan terenggut begitu saja sari bunga yang manis tersebut. Bahkan lebih parah bunga terkadang dipasang di pinggir jalan dengan mudahnya “meski memiliki duri sekalipun”
            Itulah jenis 2 wanita yang indah dan terjaga. MUTIARA KAH ATAU BUNGA? Sehingga andaikata ada lelaki yang menginginkan mutiara tersebut tentulah perjuangan untuk mendapatkannya sangat tidak mudah dimana ia harus menahan sengatan matahari di luar air dan membeku dengan dinginnya didalam air, belum lagi ia harus bertarung sengit dengan kerasnya tubrukan ombak dengan tempurung mutiara  yang tak kasat mata oleh penyamaran pasir lembut yang pura-pura baru ia bisa memiliki mutiara tersebut dengan seutuhnya. Tapi bilamana lelaki menginginkan setangkai bunga akan sangat mudah untuk ia petik karena terbuka lebar memancarkan keindahannya tanpa tertutupi oleh apapun.
            Inilah cerminan dimana mutiara sebagai wanita shalehah yang menutup auratnya dengan rapat sampai ada yang pantas memilikinya dengan syar’i. Sedangkan bunga ibarat wanita yang memperlihatkan kemolekan tubuhnya hingga ia lupa ia adalah seorang wanita yang harus menjaga mahkota kesuciannya yang terkadang dijual begitu saja.

BIODATA :
Nama               : Ega Erlangga Eryana
Nama Pena      : Pedang Sastra
Alamat                        : Kp. Citangtu RT.01 RW.03 Ds. Citangtu  Kec. Pangatikan  Kab. Garut
FB                   : Ega Erlangga Eryana

Tangan-Tangan Kecil



Tangan-Tangan Kecil

          Ketika hampir setiap manusia berkostum putih abu-abu fokus dalam menghadapai pena yang harus terus bergerak mengisi kekosongan buku bertuliskan pelajaran di sekolah yang tak pernah berhujung diruang duduk berbahan kayu sebelum lonceng listrik berbunyi, yang tangan ini lakukan hanyalah menulis apa yang aku mau, rasakan dan aku alami secara alamiah dimana kebebasan didapat dengan kesenangan hati yang melukiskan lengkungan bulan sabit di sisi wajahku.
          Hingga jarum jam mengarah angka dua di dinding tepat dimana ribuan langkah kaki keluar dari pintu berbeda namun berlogo sama, sepasang sepatu yang terpasang di kaki ini membeku menjadi kaku tak beranjak dari nyamannya posisi yang tak mereka rasakan. Mau tak mau rongga perutku semakin melebar jaraknya hingga mengakibatkan ruang kosong tuk menimbulkan bunyi keroncong tak disangka, membangunkan sepasang sepatu yang sempat tertidur di siang hari.
          Saat datang sesi kanan menendang besi yang bisa membuat kuda tak bertulang ini menyala, hampa kurasa sesaat karena banyak orang meninggalkan tempat yang akan menjadi sejarah bagi masing-masing pribadi, secara terburu-buru menuju gerbang tak bertuan. Meski begitu dengan kecepatan yang sangat-sangat tak pelan maupun kencang dengan keadaan aspal menurun mereka yang terdepan masih sempat terkejar olehku.
          Saling sapa satu sama lain dilakukan dengan kerut wajah di atas namun senyum menghiasi hilangkan rasa lelah anak muda di sekolah.
“hai., aku duluan ya....” terkadang pengguna helm menyapa terlebih dahulu.
“ya.. hati-hati dijalannya, awas itu ban bulet. Hehe” Jawab para petualang trotoar yang menyempatkan candanya.
          Mesin mati pertanda sampainya aku dirumah yang indah ini, membuat tak sabar tuk membaringkan raga yang merasa berat akan beban tak bernyawa. Mata terpejam melepas beban menyentuh lelah hingga tak jarang air mata mengalir membasuhi pipiku yang gersang akan perbuatan jenuh.
          Namun saat kedua tanganku sedang memegang kepalaku dengan rasa nyaman. Teriakan kecil berbunyi nyaring menghampiri telingaku.
“ibu.. kakak sudah pulang ya? Aku mau main petak umpet lagi kayak kemarin.” Teriak tanda para bidadari kecilku mengajak bertemu, aku pun harus terbangun dari kenyamanan sesaat ini dan berdiri tegak dihadapan mereka yang selalu memegang erat tangan berukuran besar ini bagi jemari mereka yang kecil namun kekuatan mereka dalam menggenggam adalah kekuatan yang bernama kasih sayang dan keceriaan untukku.
          Bagiku mereka bagai musik instrumental yang sangat mudah tuk dinikmati meski tak berlirik, mereka bagai angin yang menyejukkan jiwa yang gerah dengan tuntutan dan merekalah salah satu masa depanku yang terukir dengan sendirinya dari cara mereka menyebutkan cita-cita hingga cara mereka mencapainya dengan jawaban polos penuh dengan hiasan. Dan merekalah hiasan pena yang ku curahkan di lembaran putih bersih yang harus ku temani dan ku awasi.
          Dengan predikat kakak yang tentunya mengharapkan adik-adiknya jauh lebih baik darinya serta seorang adik yang selalu mengharapkan kebijakan dari kasih sayang kakaknya dalam ungkapan tak berbunyi, sampai mereka mengerti luasnya arti kehidupan ini.
          Semua yang mereka ajarkan selalu ada maknanya bahkan dibalik sebuah pertanda yang sulit tuk dijangkau oleh panca indera.
          Senyum, canda, tawa, sedih, cemberut, menangis hingga marah. Ekspresi yang selalu ku lukiskan dalam tinta hitam bernada indah ditangan-tanganku, yang bermula dari genggaman tangan kecil mereka.
          “kakak.. kemari.. ayo cepat temukan aku...” suara yang selalu ku dengar saat mereka bersembunyi.
          Tak cukup di dalam rumah yang dijadikan pentas permainan oleh mereka. Tanganku kembali mereka tarik ke padang hijau berladangkan padi yang membuat angin lembut menyambut tubuh ini dengan terpaannya. Hangat namun sejuk merasuk kedalam memori kecil ini, bersama mereka Fika, Sophia dan Naura dikota berwarna senja ini Garut.
          Mereka membuatku ingat akan keceriaan, kegembiraan dan kesedihan alami anak-anak kecil. Selalu tersimpan dalam memoriku seperti jemari ini yang terus menemani pena menari di atas kertas putih dan tak akan hilang bagai tulisan yang selalu ku hapus dengan tujuan keindahan karya penuh makna.